RENUNGAN HARIAN
Tidak banyak orang yang berani sungguh-sungguh dalam berurusan dengan Tuhan. Tuhan mendapat bagian atau kuota yang sangat terbatas. Sejatinya, itu adalah sikap semena-mena terhadap Tuhan. Hal itu terjadi karena tidak percaya atau kurang percaya. Memang tidak mudah memercayai Allah yang tidak kelihatan, tetapi Allah itu hidup, harus benar-benar dialami. Dalam Alkitab, kita dapat membaca jejak Tuhan yang jelas, bahwa orang yang menaruh percaya kepada-Nya tidak dipermalukan. Namun kenyataannya, banyak orang yang percayanya itu tidak berkualitas, belum sungguh-sungguh. Kuota yang disediakan untuk serius dengan Allah sangat minim. Sehingga banyak di antara mereka yang hidupnya dipermalukan.
Namun, bukan berarti kalau kita melewati hari-hari yang kita mendapat malu dan terseok-seok, berarti Tuhan menghukum kita. Belum tentu. Sekalipun kita sudah percaya sepenuhnya, tetapi bisa saja Tuhan mengizinkan kita mengalami keadaan yang kita seakan-akan mendapat malu. Namun akhirnya, pasti kita tidak dipermalukan. Kalaupun jatuh, kita tidak akan terkapar. Orang benar jatuh 7 kali, kata firman Tuhan, bangkit lagi. Ada pengalaman pemazmur di Mazmur 22, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang. Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel. Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka. Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu.”
Jadi di sini ada bagian pemazmur merasa ditinggalkan oleh Allah, merasa Tuhan tidak memedulikan dia. Lalu pemazmur membandingkan dengan pengalaman tokoh-tokoh iman, pengalaman nenek moyang Israel yang terluput dari berbagai bencana dan mereka tidak mendapat malu. Seperti ada kesenjangan dari pengalaman nenek moyang Israel dengan pengalaman pemazmur. Bukankah ini sebenarnya juga persoalan kita? Kita tidak mengucapkannya, tetapi di dalam hati kita berkata, “Tuhan ini serius tidak, berurusan dengan aku?” Sampai akhirnya kita meragukan-Nya, “Tuhan itu ada tidak, sebenarnya?”
Hal ini bisa terjadi ketika kita memberikan kuota yang minim, asal-asalan berurusan dengan Tuhan. Kita masih memberi ruangan lain, yang menjadi pengharapan hidup kita dengan kekuatan sendiri atau cara sendiri. Sesungguhnya, itu adalah sikap semena-mena terhadap Tuhan. Sadari, mengapa kita tidak sungguh-sungguh? Apakah karena kita merasa Tuhan kurang manjur, sehingga kita tidak berani menaruh seluruh pengharapan kepada Tuhan? Apa merasa Tuhan pilih kasih? Di mana Tuhan? Bagaimana bisa memercayai Allah yang model begini? Kita lupa, janji Allah kepada Abraham, bahwa dia akan punya anak sebanyak bintang di langit dan pasir di laut, dan Abraham menunggu selama seperempat abad. Mengapa selama itu? Supaya ia jangan memandang Tuhan itu murahan. Tuhan layak dipercayai, apa pun keadaannya. Ini pelajaran penting dan berharga.
Hari ini kita mungkin dalam kesulitan ekonomi, masalah keluarga, masalah bisnis, dan Tuhan tidak segera menolong. Keadaan kita berlarut-larut semakin sulit. Nasib kita tidak diperhatikan. Ini semua fakta hidup di dalam mengiring Tuhan. Jangan mudah percaya jika ada hamba Tuhan yang berkata, “Tenang, Tuhan akan tolong segera.” Kata “segera” tidak boleh dikatakan. Sebab itu berarti kita mengatur Tuhan. Ingatlah, Tuhan punya cara dan waktu yang paling tepat untuk menolong kita, dan setiap kita pasti berbeda. Walaupun kondisi hidup hari ini membuat kita malu, tetapi pada akhirnya kita tidak dipermalukan. Jadi, jangan setengah-setengah. Kalau percaya, harus sepenuhnya. Kita tidak usah menoleh ke belakang, tidak usah membicarakannya lagi. Allah yang sama, yang meluputkan bangsa Israel dari kejaran tentara Firaun, yang melepaskan Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dari dapur api, akan melindungi dan membebaskan kita juga. Kita harus menjadi teladan dan contoh bagi anak cucu kita. Itu yang membuat kita 100 % menaruh harapan kita kepada Tuhan. Kalau seseorang memercayai Allah 100 %, dia harus hidup suci dan tidak boleh melukai Tuhan. Hidupnya harus dipersembahkan untuk pekerjaan Tuhan. Kita berutang kehidupan, berutang kebaikan, dan kita tidak akan pernah bisa membalas kebaikan Tuhan yang begitu besar.
Jika kita ada dalam pergumulan, dan Tuhan biarkan seperti berlarut-larut, hal itu karena Tuhan mau kita memercayai Allah dalam keadaan-keadaan seakan-akan Tuhan tidak melindungi. Seperti keluhan pemazmur. Kalau kita bergantung kepada Tuhan, memercayai Tuhan, kita berurusan sepenuhnya dengan Tuhan, maka kita tidak bisa hidup dalam dosa. Percaya kepada Tuhan pun membutuhkan kepantasan. Kalau hidup kita kotor, tidak mencintai Tuhan, tidak peduli pekerjaan Tuhan, maka kita tidak pantas percaya kepada-Nya. Memang untuk Kristen anak-anak, pokoknya percaya saja. Namun, untuk Kristen dewasa, harus mengerti bahwa kita layak menerima perlindungan Tuhan kalau kita memiliki hati dan hidup yang benar.
Yesaya 49:14-15 dikatakan, “Sion berkata: ‘TUHAN telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku.’ Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” Bangunlah kembali kepercayaan kita kepada Tuhan. Dia tidak akan mempermalukan kita. Jangan melihat orang-orang yang tidak peduli Tuhan dan tidak memercayai-Nya. Jangan berkata, “Percuma percaya Tuhan.” Allah yang hidup, pasti bisa dipercayai. Apa pun dan bagaimanapun keadaan kita, Tuhan pasti topang, tetapi kita harus menjadikan Tuhan segalanya dalam hidup kita. Jangan menganggap remeh Tuhan.
Orang yang menaruh percaya kepada-Nya tidak dipermalukan.
Komentar
Posting Komentar