RENUNGAN HARIAN
Pada umumnya, banyak orang Kristen tidak merasa bertanggung jawab atas pekerjaan Tuhan. Mereka bertanggung jawab atas keluarga mereka sendiri. Ya, memang harus begitu. Namun, mereka tidak mengambil tanggung jawab dalam pekerjaan Tuhan di atas pundak mereka. Entah prinsip apa yang memengaruhi pikiran banyak orang tersebut sehingga mereka berpikir itu bukan tanggung jawabnya. Mereka pikir itu adalah tanggung jawab pendeta atau hamba Tuhan. Padahal, hamba Tuhan pun belum tentu memiliki beban itu. Bahkan tidak sedikit pendeta yang merasa dirinya berhak dicukupi, berhak digaji, berhak dilayani.
Lukas 22:25-30, “Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.”
Mengapa kita tidak berambisi menjadi orang terkemuka di Kerajaan Surga? Bukan karena kita gila hormat, tetapi karena memang Allah menghendaki demikian. “Duduk semeja dengan Tuhan,” menunjuk orang-orang terhormat, orang-orang yang dekat dengan Tuhan, perwira-perwira tinggi di dalam Kerajaan Allah. Siapakah mereka? “Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami.” Orang yang sepenanggungan dengan Tuhan adalah orang yang akan dimuliakan Tuhan. Bukan hanya di mata malaikat-malaikat dan penghuni surga nanti di Kerajaan Surga, melainkan di dunia pun Tuhan menjadikan dia terpandang.
Walaupun tentu musuh-musuh Allah—yaitu orang-orang yang digerakkan kuasa kegelapan—pasti berusaha untuk menghancurkan. Namun, itu sebenarnya merupakan tanda bahwa orang itu memang disertai Allah. Orang yang disertai Allah bukan berarti tidak mendapatkan tantangan. Ketika firman Tuhan mengatakan, “Baik kau makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, lakukan semuanya untuk Tuhan,” artinya jelas bahwa kita tidak berhak hidup untuk diri sendiri. Kita hanya hidup bagi Tuhan. Masalahnya, selama ini dikesankan adanya dua kelompok dalam gereja, yaitu kelompok imam atau para pendeta (full timer), dan kelompok awam.
Sejatinya, semua orang percaya harus menjadi full timer. Sebab, kata firman Tuhan, “Kamu telah dibeli dan harganya lunas dibayar. Bahwa kamu bukan milik kamu sendiri.” Seperti budak-budak yang dibeli oleh seorang majikan, dia tidak berhak atas dirinya. Budak tidak memiliki martabat, kebebasan, tidak punya kepentingan sendiri, tetapi kepentingan majikannya. Ironis, standar seperti ini hilang dan hanya dikenakan untuk para ‘imam’ dalam gereja, yaitu pendeta-pendeta. Padahal, belum tentu mereka benar-benar melayani Tuhan dengan segenap hati. Orang yang mengerti, menghayati dan berusaha melakukannya saja, tidak mudah. Dia harus belajar menaklukkan dirinya setiap hari, sampai memiliki ketertundukan total kepada Tuhan.
Apalagi bagi mereka yang tidak berniat untuk itu, yang tidak belajar menundukkan diri, pasti mereka tidak pernah mengerti apa artinya hidup bagi Tuhan, seperti yang dikatakan Paulus dalam Filipi 1:21, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Kalau kita sepenanggungan dengan Tuhan, maka Tuhan tidak akan membuat kita dipermalukan. Kita akan mendapatkan perlakuan istimewa. Kepada kita, Yesus akan berkata, “Aku tidak memanggil kamu hamba, tetapi sahabat. Karena hamba tidak tahu apa yang dilakukan tuannya, tetapi sahabat tahu.”
Mengaku Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat merupakan harga mati. Namun, bagaimana mewujudkan pengakuan itu di dalam perbuatan kita? Bukan hanya mendeklarasikan dengan perkataan: “Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat,” melainkan mari kita mendeklarasikan dalam perbuatan, supaya orang yang melihat hidup kita bisa tahu dan merasakan bahwa hidup kita disita oleh Yesus, Tuhan dan Juruselamat. Sungguh suatu kehormatan kalau kita bisa menderita bersama Dia. Walau kita diserang dari berbagai pihak, tetap tidak bisa mati, sebab Tuhan menjaga kita.
Masalahnya, bagaimana kita bisa sepenanggungan dengan Tuhan? Caranya, kita harus bersekutu dengan Tuhan. Mendengar firman, datang ke gereja, dan doa bersama. Nanti kita akan diberi beban oleh Roh Kudus. Hal ini tidak bisa instan atau mendadak, harus lewat proses. Maka, jemaat harus didewasakan, supaya persembahan mereka berbau harum, dengan motif hati yang benar. Biar kecil, tetapi berarti. Di mata Tuhan itu menyenangkan. Yang penting hati kita dulu dibereskan, bukan jumlah uangnya. Ingat, kita tidak bisa membalas kebaikan Tuhan. Maka kalau kita bisa merasa sepenanggungan dengan Tuhan, luar biasa. Mari menjadi orang yang sepenanggungan. Caranya bagaimana? Kita harus bergaul dengan Tuhan, sampai kita bisa sehati dengan Dia.
Kita harus bergaul dengan Tuhan, sampai kita bisa sehati dengan Dia.
Amin
BalasHapus